Kisah Inspiratif dari Seorang Petani Jagung yang Sukses


    Seorang petani jagung hidup sederhana di suatu tempat dataran tinggi. Kepala desa di tempat tersebut sering mengadakan perlombaan terkait hasil pertanian dalam menyambut hari jadi Kabupaten. Pada cabang hasil pertanian, seorang petani jagung ini selalu mendapatkan juara setiap tahunnya.

    Seorang wartawan mewawancarai seorang petani untuk mengetahui rahasia di balik buah jagungnya yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian. Petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunannya.

    "Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda?  Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?" tanya sang wartawan.

    "Tak tahukah anda?," jawab petani itu.
"Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula."
    Begitu pula dengan hidup kita. Mereka yang ingin meraih keberhasilan harus menolong tetangganya menjadi berhasil pula. Mereka yang menginginkan hidup dengan baik harus menolong tetangganya hidup dengan baik pula. Nilai dari hidup kita diukur dari kehidupan-kehidupan yang disentuhnya.

Pengertian Sikap Khusu

     Khusu, sebagian ulama mengartikan sebagai ketulusan hati, ketenangan pikiran dan tunduknya kemauan yang rendah yang disebabkan  oleh hawa nafsu dan hati yang menangis ketika berada dihadapan Allah SWT sehingga hilang segala kesombongan yang ada di dalam hati (dengan kata lain, kondisi khusyu, maka seorang hamba bergerak sesuai hanya dengan yang diperintahkan oleh Tuhannya).

       Khusu tidak hanya untuk ibadah saja akan tetapi juga untuk semua lini kehidupan manusia, dalam hal diluar ibadah, seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh itu adalah khusyu. Hal ini dikarenakan dia melakukan pekerjaannya tersebut karena Allah semata. Sehingga dalam melakukan pekerjaannya, dia yakin Allah melihat dan mengetahui apa yang dia kerjakan.

       Khusu dalam perspektif Al-Qur’an terkandung dalam surat al-Anbiya ayat 90:

       “Maka kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung sesungguhnya mereka adalah orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusu kepada kami”.

Baca Juga :
Definisi 7 Sikap Positif beserta Referensi

Desain Kartu Ucapan Aqiqah Anak

           Dalam rangkaian suasana bahagia atas kelahiran putra/putri tercinta, sejatinya sebagai orang tua telah merencanakan segala prosesi sampai sang anak dewasa nanti. Seperti yang telah di Sunnahkan oleh Baginda Rasullullah SAW yakni aqiqah. Dikutip dari www.syiarislam.net tentang tata cara aqiqah untuk anak menurut Islam "Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : 'Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.' [HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]".
             Untuk memperkenalkan anak tercinta kepada keluarga, sanak saudara, orang-orang terdekat, tetangga, dan sebagainya. Karena pepatah bilang "tak kenal maka ... ? (ta'aruf). Alangkah lebih mudah bila kita sebagai orang tua menggunakan sebuah media sebagai alat untuk menyampaikan maksud tersebut dan meminta keikhlasan hati & restu mendoakan sang buah hati kelak menjadi insan yang berbakti kepada orang tua, beguna bagi Agama, seksama, Nusa dan Bangsa. Kita sebagai orang tua bisa menggunakan salah satunya adalah Kartu Ucapan/Undangan Aqiqah Anak.
              Maka dari itu berikut tersedia contoh desain kartu ucapan Aqiqah anak. Contoh di buat untuk ananda Fiqih saudara sepupuh dari penulis. Terima kasih atas segala partisipasi dan perhatian serta kunjungan di blognya bocah Cabngbungin. Kiranya semoga postingan kali ini dapat membantu dan bermanfaat. Penulis meminta maaf bila banyak kekurangan. 


Andaikata Lebih Panjang Lagi

 “Jika Kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula,” (Q.S. Al Isra : 07).
                                                                             
          Rasulullah mempunyai kebiasaan rutin. Hari itu, ada salah seorangnya yang meninggal dunia. Seperti biasanya, ketika ada salah seorang sahabatnya meninggal dunia, beliau pasti akan menyempatkan diri unruk mengantarkan jenazahnya sampai ke kuburan. Tidak cukup sampai di situ, pada saat pulangnya, disempatkanya pula singgah untuk menghibur dan menennangkan keluarga almarhum yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.
Begitu pun terhadap keluarga sahabatnya itu.
          Ketia sampai di rumah keluarga almarhum, Rasulullah bertanya kepada istrinya, “Tidakkah almarhum suamimu mengucapkan wasiat ataulah sesuatu sebelum ia wafat?”
Istrinya yang masih diliputi kesedihan hanya bertunduk. Isak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal. Ketika itu ia tengah menjelang ajal, ya Rasulullah.”
          Rasulullah manggut-manggut. “Apa yang dikatakannya gerangan ?”
“Aku tidak tahu, ya Rasulullah. Maksudku, aku tidak mengerti apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dahsyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaranmerupakan kalimat yang terpotong-potong.”
         “Bagaimana bunyinya?” desak Rasulullah.
          Istri yang setia itu menjawab, masih sambil terisak. “Suamiku mengatakan ‘Andaikata lebih pajang lagi .... Andaikata yang masih baru ... Andaikata semuanya ....’ Hanya itulah yang tertanggkap sehingga aku dan keluargaku bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu hanya  igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?
Rasulullah tersenyum. Senyum Rasulullah itu membuat istri almarhum sahabat menjadi keheranan. Kemudian, terdengar Rasulullah berbicara, “ Sungguh, apa yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,” ujar Rasulullah. Beliau menerawang sejenak.  “Jika kalian semua tahu, biarlah aku ceritakan kepada kalian apa gerangan sebenarnya yang terjadi.
          “Kisahnya seperti ini, “ Rasulullah memulai.  “Pada suatu hari, ia sedang  bergegas akan ke masjid untuk melaksankan shalat jum’at. Di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang buta yang tujuan sama hendak ke masjid pula. Si buta itu sendirian tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya.”

            “Maka, dengan sabar dan telatennya, suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas yang penghabisan, ia menyaksikan palaha amal shalenya itu. Lalu ia pun berkata, ‘Andaikata lebih panjang lagi.’ Maksdunya adalah  andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi pasti pahalanya akan jauh lebih besar pula.
Semua keluaga sekarang mengangguk-angguk kepalanya. Mulai mengerti sebagian duduk perkara.
          “Terus ucapan yang lainnya, ya Rasulullah?” tanya sang istri yang semakin penasaran saja.
Nabi menarik nafas sejenak. Kemudian menjawab, “Adapun  ucapan yang kedua dikatakan tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya,  waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi sekali untuk shalat subuh, cuaca dingin sekali. Di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia pun mencopotnya yang lama yang tengah dikenakannya dan di berikan kepada si lelaki tua itu.
         “Menjelang saat-saat terakhirnya suamimu melihat balasan amak kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, ‘Coba, andaikata yang masih baru yang kuberikan kepadanya, dan bukanya mantelku yang lama ku berikan kepadanya, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi.’ Itulah yang dikatakan suamimu selegkapnya.
         “Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksunya ya Rasulullah?” Tanya sang istri lagi.
Dengan penuh kesabaran, Rasulullah menjelaskan, “Ingatkah engkau ketika pada suatu waktu suamimu datang dalam keadaaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Ketika itu engkau segera menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur daging dan mentega. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong. Yang sebelahnya diberikannya kepada musafir itu. Dengan demikian pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalan itu. Karenanya, ia pun menyesal dan bekata, ‘Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak akan kuberikan hanya separuh. Sebab, andaikata semuanya kuberikan keadanya, sudah pasti pahala berlipat ganda pula.”
         Sekarang semu anggota keluarga mengerti. Mereka tak lagi risau dengan apa yang telah terjadi kepada suami dan ayah mereka ketika menjelang wafatnya tempo hari. Ke;apangan telah ia dapatkan karena ia tidak sungkan untuk menolong dan memberi. []

Rujukan : Saefullah, S. 2010. Peri Hidup Nabi dan Para Sahabatnya. Purwakarta : SPU

Kematian Terindah dalam Sejarah Manusia




    


Sebuah kisah yang menceritakan detik-detik terakhir wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Wafatnya Nabi kita tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sebuah kisah yang sangat mengagumkan dan menggetarkan dada orang-orang yg beriman.

Kematian Terindah dalam Sejarah Manusia

     Sebelum beliau wafat, beliau melakukan haji terakhir yang disebut sebagai haji wada’ (haji perpisahan). Saat beliau melakukan ibadah tersebut turunlah firman Allah SWT yg artinya:”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nitmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS.al-Maidah:3)
   Maka menangislah Abu Bakar as shiddiq ra. Bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadanya: “Apa yg membuatmu menangis dalam ayat tersebut?” Abu Bakar ra menjawab:” Ini adalah berita kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.”
Kembalilah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari haji wada’ dan kurang dari tujuh hari wafat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, turunlah ayat al-Qur’an paling akhir yg artinya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yg terjadi pada) hari yg pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yg sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS.al-Baqarah:281).
   Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mulai menampakkan sakit beliau. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:”Aku ingin mengunjungi syuhada ‘Uhud”, maka beliaupun berangkat pagi menuju syuhada ‘Uhud di awal-awal bulan Shafar tahun 11 H. Lalu berdiri diatas makam para syuhada dan berkata:” Assalamu’alaikum wahai syhada ‘Uhud, kalian adalah orang-orang yang mendahului kami dan kami insya Allah akan menyusul kalian, dan sesungguhnya aku, insya Allah akan menyusul kalian.”
     Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pulang sambil menangis. Maka para sahabat bertanya kepada Rasululah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Apa yang membuat anda menangis wahai Rasulullah ?” Beliau bersabda:” Aku merindukan saudara-saudaraku seiman.” Mereka berkata:” Bukahkah kami adalah saudaramu seiman wahai Rasulullah?” Beliau bersabda:” Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku, adapun saudara-saudaraku seiman adalah suatu kaum yg datang setelahku, mereka beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku.”
   Saya berdoa kepada Allah SWT mudah-nudahan kita semua termasuk mereka yg dirindukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Pada hari senin 29 Shafar beliau menghadiri jenazah di Baqi’. Ketika pulang beliau merasakan pusing di kepala dan panas badannya meninggi. Maka beliaupun mulai sakit dan terus bertambah sakit. Selama sakitnya itu beliau tetap memimpin shalat selama 11 hari dari 13 atau 14 hari masa sakit beliau. Sejak kamis malam, 4 hari sebelum wafat beliau, pada waktu shalat Isya’, beliau meminta agar Abu Bakar ra menggantikannya dalam memimpin shalat.
Tiga hari sebelum beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, sakit beliau mulai mengeras. Beliau saat itu berada dirumah Sayyidah Maimunah ra. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Kumpulkanlah istri-istriku.” Maka berkumpullah istri-istri beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda kepada mereka:” Apakah kalian mengizinkan aku untuk tinggal di rumah ‘Aisyah?” Maka mereka menjawab:” Kami mengizinkan anda wahai Rasulullah.”
Kemudian beliau berkeinginan untuk berdiri, akan tetapi beliau tidak mampu. Datanglah ‘Ali ibn Abi Thalib, dan al-Fadl ibn al-‘Abbas ra. Maka merekapun membopong Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu mereka memindahkan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari kamar Maimunah ra menuju kamar ‘Aisyah ra.
Adapun para sahabat ra, baru pertama kali ini mereka melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dibopong di atas dua tangan. maka berkumpullah para sahabat ra dan mereka berkata:” Apa yang terjadi pada Rasulullah, apa yang terjadi pada Rasulullah?”
Mulailah manusia berkumpul di dalam masjid. Masjidpun mulai penuh dengan para sahabat ra. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dibawa menuju rumah ‘Aisyah ra. Mulailah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mencucurkan keringat, berkeringat dan berkeringat. Berkatalah ‘Aisyah ra:”Sungguh belum pernah aku melihat ada seorang manusia yg berkeringat deras seperti ini.” Maka dia mengambil tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan dengannya dia mengusap keringat beliau. (Maka mengapakah dia mengusap keringat dg tangan beliau dan tidak mengusapnya dengan tangannya sendiri?) ‘Aisyah ra berkata:” Sesungguhnya tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lebih lembut dan lebih mulia daripada tanganku, oleh karena itulah aku mengusap keringat beliau dengan tangan beliau dan tidak dengan tanganku.” (ini adalah sebuah penghormatan terhadap Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam)
‘Aisyah ra berkata:”Aku mendengar beliau berkata:”Laa Ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat, Laa Ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat.”
Mulailah suara-suara didalam masjid meninggi. Bersabdalah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:”Apa ini?” Berkatalah ‘Aisyah ra: “Sesungguhnya manusia mengkhawatirkan anda wahai Rasulullah.” Beliaupun bersabda: ”Bawalah aku kepada mereka.” Maka beliau berkehendak untuk bangun, akan tetapi tidak mampu. maka para sahabat menyirankan tujuh qirbah (timba) air kepada beliau hingga beliau bangkit, dan membawa neliau naik ke atas mimbar.
Jadilah khutbah tersebut adalah khutbah terakhir beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, menjadi kalimat terakhir Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan doa terakhir Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau bersabda:” Wahai manusia, kalian mengkhawatirkan aku?” Mereka menjawab:” Ya, wahai Rasulullah.” Bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:”Sesungguhnya tempat perjanjian kalian dengan aku bukanlah di dunia, tempat perjanjian kalian denganku adalah di haudh (telaga). Demi Allah, sungguh seakan-akan aku sekarang sedang melihat kepadanya di depanku ini. Wahai manusia, demi Allah, tidaklah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah dibukanya dunia atas kalian, sehingga kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya, sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
Kemudian beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:”Allah Allah, shalat, Allah Allah, shalat.” (maksudnya; Aku bersumpah demi Allah terhadap kalian agar kalian menjaga shalat) beliau terus mengulang-ulangnya, lantas bersabda:” Wahai manusia, bertakwalah kalian terhadap kaum wanita, aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik terhadap kaum wanita.”
Kemudian beliau bersabda:” Wahai manusia, sesungguhnya ada seorang hamba, yang Allah SWT telah memberikan pilihan kepadanya antara dunia dan antara apa yang ada di sisi-Nya, maka dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.”
Tidak ada yang memahami siapakah yang dimaksud dengan seorang hamba oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tadi, padahal yang dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah diri beliau sendiri. Allah SWT telah memberikan pilihan kepada beliau dan tidak ada seorangpun yang paham selain Abu Bakar ra. dan kebiasaan para sahabat ra saat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang berbicara adalah mereka diam, seakan-akan ada seekor burung yang bertengger di atas kepala mereka. maka saat Abu Bakar ra mendengar perkataan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dia tidak mampu menguasai dirinya, dengan serta merta dia menangis dengan sesengukan, dan ditengah masjid dia memotong pembicaraan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dia berkata:”Kami tebus anda dengan bapak-bapak kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan ibu-ibu kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan harta-harta kami wahai Rasulullah.” dia mengulang-ulangnya, sementara para sahabat ra melihat kepadanya dg pandangan heran, bagaimana dia berani memotong khutbah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam?”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :”Wahai manusia, tidak ada seorangpun diantara kalian yg memiliki keutamaan di sisi kami melainkan kami telah membalasnya, kecuali Abu Bakar, aku tidak mampu membalasnya, maka aku tinggalkan balasannya kepada Allah SWT. Setiap pintu masjid ditutup kecuali pintu Abu Bakar ra tidak akan di tutup selamanya.”
Kemudian mulailah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berdo’a untuk mereka dan berkata pada akhir do’a beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebelum wafat:” Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian.”
Dan kalimat terkahir yang beliau sampaikan sebelum beliau turun dari atas mimbar sambil menghadapkan wajah beliau kepada ummat dari atas mimbar adalah:” Wahai manusia sampaikanlah salamku kpd orang yg mengikutiku diantara ummatku hingga hari kiamat.” Setelah itu beliaupun dibawa kembali ke rumah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Masuklah Abdurrahman ibn Abu Bakar, dan ditangannya ada sebatang siwak. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam terus melihat kearah siwak tersebut, tetapi tidak mampu berkata aku menginginkan siwak. ‘Aisyah ra berkata:”Aku paham dari pandangan kedua mata beliau, bahwa beliau menginginkan siwak tersebut. Maka aku ambil siwak itu darinya (yakni Abdurrahman ibn Abu Bakar), kemudian aku letakkan dimulutku, agar aku melunakkannya untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, kemudian aku berikan siwak tersebut kepada beliau. Maka sesuatu yang paling akhir masuk ke dalam perut Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah air ludahku.” ‘Aisyah ra berkata: ”Termasuk sebuah keutamaan dari Rabb-ku atasku adalah Dia telah mengumpulkan antara air ludahku dg air ludah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebelum beliau wafat.”
Kemudian masuklah putrid beliau Fathimah ra pada waktu dhuha di hari Senin 12 Rabi’ul awal 11 H, lalu dia menangis saat masuk kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia menangis karena biasanya setiap kali dia masuk menemui Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berdiri dan menciumnya di antara kedua matanya, akan tetapi sekarang beliau tidak mampu berdiri untuknya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu di telinganya, maka dia pun menangis. Kemudian beliau bersabda lagi untuk kedua kalinya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu sekali lagi, maka diapun tertawa.
Maka setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, mereka bertanya kepada Fathimah ra: “Apa yg telah dibisikkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadamu sehingga engkau menangis, dan apa pula yang beliau bisikkan hingga engkau tertawa?” Fathimah ra berkata:” Pertama kalinya beliau berkata kepadaku:” Wahai Fathimah, aku akan meninggal malam ini.” Maka akupun menangis. Maka saat beliau mendapati tangisanku beliau kembali berkata kepadaku:” Engkau wahai Fathimah, adalah keluargaku yg pertama kali akan bertemu denganku.” Maka akupun tertawa.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Hasan dan Husain, beliau mencium keduanya dan berwasiat kebaikan kepada keduanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil semua istrinya, menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kpd seluruh manusia yg hadir agar menjaga shalat. Beliau mengulang-ulang wasiat itu.
Lalu rasa sakitpun terasa semakin berat, maka beliau bersabda:” Keluarkanlah siapa saja dari rumahku.” Beliau bersabda:” Mendekatlah kepadaku wahai ‘Aisyah!” Beliaupun tidur di dada istri beliau ‘Aisyah ra. ‘Aisyah ra berkata:” Beliau mengangkat tangan beliau seraya bersabda:” Bahkan Ar-Rafiqul A’la bahkan Ar-Rafiqul A’la.” Maka diketahuilah bahwa disela-sela ucapan beliau, beliau disuruh memilih diantara kehidupan dunai atau Ar-Rafiqul A’la.
Masuklah malaikat Jibril as menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata:” Malaikat maut ada di pintu, meminta izin untuk menemuimu, dan dia tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu.” Maka beliau berkata kepadanya:” Izinkan untuknya wahai Jibril.” Masuklah malaikat Maut seraya berkata:” Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Allah telah mengutusku untuk memberikan pilihan kepadamu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di Akhirat.” Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la (Teman yg tertinggi), bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la, bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu :para nabi, para shiddiqiin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah rafiq (teman) yg sebaik-baiknya.”
‘Aisyah ra menuturkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, ketika beliau bersandar pada dadanya, dan dia mendengarkan beliau secara seksama, beliau berdo’a:
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku dan susulkan aku pada ar-rafiq al-a’la. Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la, Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la.” Berdirilah malaikat Maut disisi kepala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam- sebagaimana dia berdiri di sisi kepala salah seorang diantara kita- dan berkata:” Wahai roh yg bagus, roh Muhammad ibn Abdillah, keluarlah menuju keridhaan Allah, dan menuju Rabb yg ridha dan tidak murka.”
Sayyidah ‘Aisyah ra berkata:”Maka jatuhlah tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.” Dia ra berkata:”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yg disana ada para sahabat, dan kukatakan:” Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.” Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid. Ali bin Abi Thalib ra terduduk karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan ra seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab ra berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dg pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa as pergi untuk menemui Rabb-Nya.” Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar ra, dia masuk kpd Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata : ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui manusia dan berkata:” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah orang yg paling mulia, orang yg paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kiat tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ya Allah, berikanlah rizqi kepada kami, syafaat kekasih kami Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan satu teguk air yg menyegarkan dari haudh (telaga) beliau dg tangan beliau yg mulia.

(Majalah Qiblati Edisi Khusus Haji 1929 H)
-|Sumber: http://qiblati.com|-

Kesempurnaan Air Zamzam


   

Kesempurnaan Air Zamzam


(Gagalnya dunia barat untuk menanamkan keraguan sumber Air Zamzam, karena posisinya Makkah, merupakan kawasan jarang hujan dan bersuhu panas tinggi, tapi air Zam-zam dapat diminum oleh jutaan umat Islam; sedang sumur-sumur sekitarnya di Makkah kering).


        Pada tahun 1971, pernah seorang dokter berkata bahwa air Zamzam tidak layak minum. Mengingat letak Ka’bah di bawah permukaan laut dan di senter kota Makkah, maka semua air murni hyginis pasti terhimpun ke air Zamzam. Untuk membuktikan lama masa layak pakainya, dikirimlah sampel air Zamzam ke Laboratorium Eropa.
         Mu’inuddin Ahmad seorang Insinyur Kimia, pegawai Departemen Pertanian dan Irigasi Saudi pada waktu itu berkata, bahwa dia telah memilih sejumlah air Zamzam untuk sampel. Sebelum itu dia belum pernah melihat sumur Zamzam. Karena itu ketika mengambil air Zam-zam hatinya penuh bertanya-tanya, setengah tidak percaya tapi penuh heran dan kagum karena sumur Zamzam yang hanya berukuran panjang 18 kaki dan lebar 14 kaki dapat diambil jutaan galon untuk minum jamaah haji setiap tahun sejak masa Nabi Ibrahim as. Untuk mengukur sumur dan kedalaman air, Mu’in baru mandi lalu turun ke dalam sumur Zamzam sampai kedalaman air di bahunya. Dicarilah datangnya air di dalam sumur itu dari berbagai arah, namun tidak didapatkannya, sehingga membuatnya semakin penasaran.
          Datanglah sebuah ide baginya menyedot dengan pompa besar yang memang dipergunakan untuk mengisi bak-bak penampungan dengan air Zamzam di dekatnya. Barangkali dengan cara itu, air bisa susut dan dengan mudah mengetahui datangnya sumber di dalamnya. Apa gerangan setelah dilakukan dengan penuh usaha itu? Ternyata usahanya tidak kunjung berhasil juga. Maka disuruhlah temannya agar turun juga membantunya. Ketika itulah sang teman merasa kalau pasir-pasir di dalam sumur itu bergerak sesuai kekuatan pompa besar itu menyedot air. Ternyata sebanyak air itu disedot sebanyak itu pula air berikutnya datang menggantinya. Sebab itu ukuran air di dalam sumur tidak pernah berkurang sedikitpun walau disedot sebesar bagaimanapun. Dari situlah Mu’in mengambil air-air sampel untuk dibawa ke Laboratorium Eropa. Tapi sebelum dia meninggalkan Makkah, petugas-petugas yang menangani sumur-sumur di kawasan itu dimintai keterangannya, ternyata sumur-sumur di sekitar Makkah mayoritasnya kering.
        Disamping penelitian air Zamzam dilakukan di Laboratorium Eropa, maka Departemen Pertanian dan Irigasi Saudipun melakukannya. Akhirnya, dari hasil kedua laboratrium ini menyatakan hasil yang sama, yaitu air Zamzam adalah air yang layak minum sebagaimana air minum lainnya di sekitar Makkah. Bedanya hanya di dalam kadar Kalsium dan Magnesiumnya. Mungkin inilah yang menyebabkan air Zamzam dapat mendatangkan kesegaran dan semangat kepada para jamaah haji yang merasa payah dan letih. Tapi lebih dari itu, Zamzam mengandung beberapa rangkaian unsur flourine (F) yang berfungsi untuk membasmi kuman.
     Gagallah usaha dunia barat untuk menanamkan keraguan mu’jizat dalam air Zamzam, karena hasil Laboratorium-2 Eropa menyatakan, kalau Air Zamzam itu layak pakai untuk diminum, sebagaimana diakuki dunia pula dengan dikonsumsi jamaah haji dari selurh penjuru dunia sejak ratusan tahun lalu karena dengan meminum Air Zamzam mereka menjadi segar bugar kembali penuh semangat dan lezat. Air Zamzam belum pernah kering sejak ratusan tahun lamanya, selalu memenuhi kebutuhan walau diambil dalam jumlah besar di musim-musim haji , dan benar-benar murni tidak pernah ditambah chlorine.
Subhanallah, di antara mu’jizat yang terdapat pada air Zamzam, juga di dalamnya tidak pernah ada tumbuan jamur atau tumbuhan lainnya seperti yang tumbuh di dalam sumur-sumur lain sehingga membuat rasa dan baunya berbeda-beda.   
     Suatu hal yang tidak habis difikir pula, mengapa di kawasan padang pasir yang begitu kering dan tandus sehingga suhu panasnya mencapai 50º C itu masih muncul sebuah mata air yang tidak pernah mengalir sejak ribuan tahun silam tidak pernah susut dikonsumsi jutaan jamaah haji setiap tahun?!
Al Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah membuat kita mulia karena diberi kesempatan untuk mengenal agama-Nya yang hak meninggalkan agama yang bathil.
 (Majalah Qiblati Edisi 1 Tahun I)
-|Sumber: http://qiblati.com|-

Kisah Indah Tentang Iman kepada Takdir

Kisah Indah Tentang Iman kepada Takdir
Ini adalah kisah nyata. Ada seorang hamba shalih yang diuji oleh Allah dengan anaknya, setiap kali anaknya lahir dan berkembang sebentar sebagai bayi yang mungil, lucu dan menyenangkan, selalu ajal menjemputnya dan merenggut nyawanya dari pangkuannya. Maka iapun sedih sangat dalam, hatinya hancur dan tersayat-sayat tajam. Namun karena ia adalah seorang mukmin yang shaleh, ia tidak kehilangan kendali dan kesabaran, bahkan ia selalu menepati sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan mengatakan:
« إِنَّا  للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ للهِ مَا أَعْطىَ وَللهِ مَا أَخَذَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارِ أَللَّهُمَّ أَجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ وَاخْلُفْنِيْ خَيْرًا مِنْهَا »
“Sesungguhnya kita hanyalah milik Allah dan kepada-Nya pula kita kembali. Bagi Allah apa yang Ia berikan dan bagi Allah apa yang Ia ambil. Segala sesuatu disisi-Nya ada takdirnya. Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah ini dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya.”
Hingga datanglah anak yang ketiga. setelah tumbuh sehat selama beberapa tahun, anaknya sakit dan semakin parah sakitnya hingga bayang-bayang kematianpun tiba. Sang ayah yang menungguinya dengan setia tak kuasa menahan air mata hingga ia terserang kantuk dan tertidur. dalam tidurnya ia bermimpi bahwa kiamat telah tiba dan kedahsyatannyapun nampak didepan mata. Dia melihat bahwa dirinya berada diatas shirat, dia ingin berjalan akan tetapi ada kekhawatiran untuk jatuh, lalu datanglah anak pertama yang telah meninggal. Dia berlari lalu berkata, ‘Saya akan menopangmu ayah!’ Sang ayahpun mulai berjalan, akan tetapi ia masih was-was khawatir terjatuh dari sisi yang lain, maka ia melihat anak keduanya menghampirinya dari sisi yang lain lalu menuntunnya. Sang ayahpun bergembira ria dan bersuka cita. Akan tetapi tidak lama ia berjalan ia merasakan ada kehausan yang semakin lama semakin mencengkeram, maka ia meminta kepada salah seorang anaknya agar memberinya minum. Sang anak mengatakan: Tidak! Jika salah seorang kita meninggalkan ayah, ayah bisa terjatuh ke neraka.”
Maka saudaranya menimpali: “Ayah, andaikan saja saudara kita yang ketiga bersama kami tentu dia sekarang dapat memberi minum …!”
Maka sang ayah kaget terbangun dari tidurnya seraya memuji kepada Allah karena ia masih di dunia dan belum kiamat. Diapun langsung memperhatikan anaknya yang tergeletak sakit disampingnya. Ternyata ia telah pergi menyusul kedua saudaranya. Maka segera ia mengatakan: “Segala puji bagi Allah, aku telah menjadikanmu sebagai simpanan dan pahala disisi Allah. Engkaulah yang mendahuluiku diatas shirat di hari kiamat.” Maka kematian anaknya yang ketiga menjadi penyejuk hatinya.
 (Majalah Qiblati Edisi 2 Tahun I)
-|Sumber: http://qiblati.com|-