Suka-Tani (?)


Seorang pria sambil berdiri menyengaja menanti terbit matahari pada hari itu. Sambil merenung ia menyesali keadaan alam yang kian berubah.

Dalam bisikannya "Mengapa sawah kini semakin sempit tergantikan lahan permukiman?"

Aahhh... Kilas balik membuatnya mengirup udara terlalu dalam, ia perlahan mulai memegang lutut dan bertekuk terasa menggigil angin pagi menyapa. Berlari, kotor, basah,  bersama sahabat, gatal. Itulah rasa yang menguat dalam lamunannya.
Ditengah lamunan pria itu, seekor belalang hinggap diujung kakinya. Sedikit Semerengah senyumnya, ada hiburan baginya. Dibawa pulang lah belalang itu, saat yang sama sang ayah sedang menikmati segelas kopi dengan singkong goreng yang sedikit aga gosong. Sambil bermain belalang bak anak lecil masa itu,  ia melontarkan pertanyaan pada ayahnya.

"Ayah, mengapa sawah kini kian sempit? dan bibit bibit perumahan mulai tumbuh subur menggantikannya? mengapa yah!"

Diambillah cangkul, sambil bersiap berangkat sang ayah menjawab.

"Memang nak,  sawah-sawah kini hampir hilang, ini bukan salah petani yang menjualnya atau pemerintah dengan keserakahannya, bukan pula para pengusaha dengan segalanya masterplan-nya.  Tapi ayah yakin ini semua karena pemuda sepertimu nak yang sudah tak suka bertani lebih suka urban ke kota-kota. Jika sudah tak ada pemuda yang suka bertani, jangan lagi kau sesali sawah hilang dari bangsa ini."

- Terinspirasi saat melewati Sukatani, sawah dengan. Gerbang-gerbang perumahan.

Post a Comment